OTO.VIRALNEWS.ID - Asia Tenggara mencatat pertumbuhan signifikan dalam sektor kendaraan listrik (EV) dan diperkirakan akan berkembang lebih pesat lagi dalam waktu dekat.
Menurut laporan dari Counterpoint Research, lebih dari 70 persen penjualan kendaraan ramah lingkungan di kawasan ini dikuasai oleh merek-merek asal China. BYD menjadi pemimpin pasar dengan menguasai sekitar 47 persen pangsa penjualan.
Sementara tekanan dari Tesla dan produsen Jepang mulai mereda, berbagai model EV bertenaga baterai buatan China terus membanjiri pasar, memperluas adopsi teknologi kendaraan listrik di kawasan ini.
Pertumbuhan paling mencolok terjadi di Vietnam, di mana penjualan mobil listrik murni (BEV) melonjak lebih dari 400 persen dan menyumbang hampir 17 persen dari total penjualan EV di Asia Tenggara.
Thailand juga memperkuat perannya sebagai pusat produksi EV regional, dengan aliran investasi lebih dari US$ 1,44 miliar untuk pengembangan pabrik-pabrik baru. Negara ini bukan hanya penting sebagai pasar, tapi juga sebagai basis manufaktur strategis.
Indonesia tak mau ketinggalan. Produk EV China seperti Wuling Air EV langsung menarik perhatian konsumen lokal berkat harga yang kompetitif dan penerimaan pasar yang semakin positif terhadap elektrifikasi.
Namun di balik tren cerah ini, infrastruktur pengisian daya masih menjadi tantangan besar. Minimnya stasiun pengisian cepat, khususnya di luar kota besar, membuat pengguna masih ragu untuk sepenuhnya beralih ke kendaraan listrik.
Selain itu, daya beli masyarakat juga menjadi kendala utama di beberapa negara. Harga EV yang masih tergolong tinggi membuat banyak kalangan menunda keputusan pembelian.
Sebagai respons, produsen besar seperti Toyota menerapkan strategi multi-pathway dengan menghadirkan kendaraan hybrid, PHEV, BEV, hingga fuel-cell. Tujuannya adalah menyesuaikan teknologi dengan kesiapan infrastruktur dan kemampuan pasar di tiap negara.
Dengan dominasi merek China, dorongan dari kebijakan lokal, dan besarnya investasi di bidang produksi serta infrastruktur, Asia Tenggara diprediksi akan menjadi pusat pertumbuhan EV global. Namun, akselerasi elektrifikasi hanya akan optimal jika jaringan pengisian daya diperluas dan harga kendaraan lebih ramah kantong.