“Saya dulu sempat ikut balap motor saat SMA, meskipun belum resmi. Baru dua tahun terakhir ini serius di balap mobil,” cerita Fandy.
Langkah resminya sebagai pembalap dimulai tahun lalu, saat ia mengikuti time attack dan berhasil juara pertama.
Dari situ, rasa percaya dirinya tumbuh. Ia bergabung dengan tim-tim independen seperti Garasi 350 dan mulai turun di beberapa ajang resmi, termasuk balap Radical SR1, di mana ia juga meraih podium.
Dua Profesi, Satu Insting
Menjadi pilot bukan hal mudah. Begitu pula menjadi pembalap. Tapi Fandy membuktikan bahwa keduanya bisa berjalan beriringan.
“Keduanya menuntut pengambilan keputusan cepat, handling yang presisi, dan kemampuan adaptasi tinggi,” jelasnya.
Sebagai pilot, ia terbiasa menghadapi kondisi cuaca ekstrem dan harus tetap tenang dalam situasi kritis.
Hal ini sangat membantu ketika ia menghadapi insiden di lintasan balap. Seperti yang ia alami di Mandalika, saat terjadi insiden tabrakan dan mobil terbakar di depannya.
“Saya sempat takut, tapi saya tahu harus tetap fokus. Rasa takut itu saya ubah menjadi energi untuk tetap tenang dan berhitung dalam mengambil keputusan,” katanya.
Dengan sistem kerja pilot yang memungkinkan ia mengatur jadwal cuti, Fandy mampu menyusun waktu untuk berlatih dan mengikuti balapan.
Sementara teman-temannya memilih liburan ke luar negeri, ia lebih memilih turun ke lintasan.
Pengalaman balapan di Mandalika menjadi salah satu momen paling membekas dalam karier balap Fandy.
Ia menyebut sirkuit ini sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia, dengan karakter unik, banyak tikungan berkecepatan tinggi, serta kombinasi teknikal dan elevasi yang menantang.
“Tracknya mulus, layout-nya menyenangkan, dan fight di dalamnya benar-benar membuat saya merasa hidup kembali,” ujarnya dengan penuh antusiasme.