“Mobil nasional adalah simbol kedaulatan ekonomi bangsa. Kita ingin mobil nasional ini benar-benar bisa diproduksi massal dan diterima pasar. Bukan hanya dipamerkan di peresmian pabrik,” jelas Bamsoet.
Dosen tetap Pascasarjana Universitas Pertahanan (Unhan), Universitas Borobudur dan Universitas Jayabaya ini mencontohkan, berbagai negara di Asia berhasil mengembangkan mobil nasionalnya melalui strategi jangka panjang dan kemauan politik yang kuat.
Jepang, misalnya, memulai industri otomotifnya pasca Perang Dunia II dengan dukungan penuh pemerintah terhadap perusahaan lokal seperti Toyota, Honda, dan Nissan.
Dalam dua dekade, Jepang berubah dari negara pengimpor menjadi eksportir mobil terbesar di dunia, dan kini mendominasi pasar global dengan reputasi efisiensi serta ketangguhan teknologi.
"Korea Selatan juga tidak jauh berbeda. Pada awal 1970-an, pemerintah Korea meluncurkan Automobile Industry Promotion Act yang melahirkan Hyundai dan Kia. Dalam 40 tahun, Hyundai bukan hanya menguasai pasar domestik, tetapi juga berhasil menembus pasar Amerika dan Eropa, bahkan kini menjadi salah satu produsen kendaraan listrik terbesar di dunia," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, Malaysia sukses dengan proyek Proton yang lahir pada 1983 di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.
Proton mampu bertahan puluhan tahun dan melahirkan ekosistem otomotif nasional Malaysia. Sementara Tiongkok sejak tahun 2009, pemerintahnya memberi insentif besar bagi industri kendaraan energi baru (New Energy Vehicles/NEV).
Hasilnya, merek seperti BYD, NIO, dan Geely kini menjadi pemain utama global. Bahkan BYD pada 2024 menyalip Tesla sebagai produsen mobil listrik terbesar di dunia.
“Negara-negara tersebut berhasil bukan karena punya dana besar, tetapi karena konsisten. Pemerintahnya menetapkan arah jangka panjang dan memberi ruang tumbuh bagi industri dalam negeri. Indonesia harus meniru ketegasan itu, dengan memadukan potensi alam, SDM, dan pasar domestik yang besar,” pungkas Bamsoet. (bs)