Namun, di balik krisis ini muncul peluang baru. Industri mobil bekas, penyewaan kendaraan, dan layanan mobilitas berbasis aplikasi (ride-sharing) berkembang pesat. Banyak produsen kini mempertimbangkan untuk beralih dari sekadar penjualan unit baru ke layanan mobilitas yang lebih fleksibel dan berkelanjutan.
Fenomena di Jerman ini juga bisa menjadi peringatan bagi pasar lain, termasuk Indonesia. Ketika biaya produksi dan regulasi semakin ketat, harga mobil baru di negara lain pun berpotensi ikut meningkat.
Kenaikan harga hingga 40 persen dan penurunan penjualan lebih dari 20 persen menunjukkan pergeseran besar dalam industri otomotif Eropa. Transisi menuju mobil listrik memang penting, tetapi keseimbangan antara inovasi dan keterjangkauan harus tetap dijaga.
Produsen perlu menemukan strategi efisien untuk menghadirkan mobil ramah lingkungan dengan harga kompetitif, sementara konsumen diharapkan semakin bijak dalam menghitung biaya kepemilikan jangka panjang, termasuk perawatan, pajak, dan konsumsi energi.
Jika tidak diantisipasi, krisis harga di Jerman bisa menjadi gambaran masa depan bagi banyak negara lain yang kini tengah melangkah menuju elektrifikasi massal.