OTO.VIRALNEWS.ID - Krisis keuangan yang dialami produsen sepeda motor KTM semakin dalam. Sebanyak 750 karyawan dipastikan kehilangan pekerjaan mereka pada akhir 2024, setelah perusahaan gagal membayar gaji November dan bonus Natal.
Pembayaran yang tertunda ini akan ditanggung melalui dana kompensasi kebangkrutan.
Pada awalnya, KTM menjanjikan pembayaran 90% gaji Desember sebelum Natal untuk membantu karyawan menghadapi situasi sulit. Namun, rencana tersebut batal direalisasikan.
Kamar Buruh Austria Hulu dalam siaran persnya pada Jumat (13/12) mengonfirmasi bahwa KTM tidak mampu memenuhi komitmen tersebut.
Andreas Stangl, Presiden Kamar Buruh, menyatakan kekecewaannya terhadap manajemen KTM, terutama CEO Stefan Pierer, yang dinilainya tidak bertanggung jawab atas janji-janji yang dibuat.
Produksi Dihentikan Lebih Awal
Produksi di fasilitas Mattighofen resmi dihentikan pada 13 Desember 2024, lebih cepat sepekan dari jadwal.
KTM mengonfirmasi bahwa operasi produksi akan terhenti selama Januari dan Februari 2025, dengan rencana melanjutkan produksi pada Maret menggunakan sistem satu shift.
Saat ini, KTM memiliki stok 130.000 unit sepeda motor yang belum terjual, di tengah ancaman peraturan emisi Euro 5 yang mulai berlaku pada 2025.
Dampak Pailit
KTM bersama anak perusahaannya, KTM Components GmbH dan KTM F E GmbH, telah mengajukan permohonan pailit dengan total utang mencapai 3 miliar euro (sekitar Rp50,4 triliun).
Rapat kreditur pertama dijadwalkan berlangsung pada 20 Desember 2024, sementara pemungutan suara atas rencana restrukturisasi akan digelar pada 25 Februari 2025.
Anak Perusahaan Ikut Terdampak
Masalah keuangan KTM juga menjalar ke anak perusahaannya, Vöcklabrucker Metallgießerei GmbH, yang baru diakuisisi pada September lalu.
Perusahaan ini mengajukan kebangkrutan setelah gagal membayar gaji karyawan pada 15 Desember. Dengan utang sebesar 3,5 juta euro, sebanyak 134 karyawan terancam kehilangan pekerjaan.
Hingga kini, CEO Stefan Pierer belum memberikan pernyataan resmi terkait kebangkrutan KTM. Situasi ini menimbulkan keresahan di kalangan pekerja, serikat buruh, dan kreditur yang terus mendesak tanggung jawab manajemen perusahaan.